Day 5 : August 31, 2011
Mausoleum of Dr. Sun Yat Sen
Dr. Sun Yat Sen Mausoleum is located at the foot of the second peak of Mount Zijin (Purple Mountain) in Nanjing. Construction of the tomb started in January 1926 and was finished in spring of 1929. Dr. Sun Yat Sen is the Father of Modern China, both in China and Taiwan.
He was born in Guangdong in 1866, and died in Beijing in 1925. In 1929 Dr. Sun was buried in Nanjing. His tomb is known as Dr. Sun Yat Sen Mausoleum. As it was built on a mountain slope, there are 392 steps to reach the mausoleum.
Hari itu sangat cerah, jadi panas luar biasa. Dari tempat parkir bus, kita pindah ke kendaraan khusus di lingkungan situ, yg dindingnya terbuka. Begitu turun dari kendaraan itu, Maggy, local tour guide kita langsung memberi pengarahan. Yang mau naik ke makam, silahkan naik. Jika takut enggak kuat, boleh jalan-jalan di sekitarnya yg ada taman hiburan dan toko-toko souvenir. Kita memilih untuk naik ke makam, ya ... menanjak dengan 392 anak tangga, sembari menghitung benar gak tuh segitu. Maggy ngapain? Mustinya sebagai guide, dia ikut naik dong, memberi penjelasan. Eh ... dia malah duduk ngadem di bawah pohon, sibuk nelpon dan SMS. Payah nih ....
Sampai di atas, kita melihat ke bawah, wow ... tinggi juga ya kita naik tangganya. Pemandangannya di sekelilingnya bagus.
Di dalam mausoleum ada patung gede Dr. Sun dan makamnya. Dulu makamnya dibuka untuk umum, tapi sekarang ditutup katanya untuk menghormati Dr. Sun dan supaya tidak mengganggu ketenangannya, mungkin maksudnya supaya tidak dijadikan obyek penyembahan.
Isinya itu saja, paling di atas itu cuma 5 menit, selanjutnya kita turun lagi ... 392 anak tangga lagi ... capek deh, keringat mengocor derassss .... Jajan minuman, jajan es ...
Waktu saya ke Taiwan beberapa tahun yg lalu, saya pergi ke Makam Chiang Kai Shek yg bentuknya mirip begini, hanya saja kita tidak harus naik tangga sampai ratusan begini, ada lift yg membawa kita sampai ke atas. Jadinya gak capek.
Toko Batu Giok
Tujuan kita selanjutnya adalah titipan dari dinas pariwasata Nanjing, yaitu toko batu giok. Dari sejak di dalam bus menuju toko, yg dijelaskan oleh si Maggy adalah seputar batu giok. Setiba di toko, kita langsung di bawa ke satu ruangan dan langsung dikeluarkan koleksi2 gelang yg aduhai mahalnya. Kita duduk dan mendegarkan dengan patuh, beberapa dari kita disuruh nyobain pakai gelang itu, termasuk saya. Udah itu kita mulai dirayu utk membeli. Kita gak ada yg beli, karena memang tidak tertarik untuk membeli. Harga yg mahal itu, langsung didiskon habis-habisan. Dari harga RMB 10,800 bisa turun sampai RMB 3.000-an. Belakangan diturunin lagi sampai kurang dari RMB 2.000, dan bahkan RMB 1.500. En ... toh, kita tetep gak mau beli, sampai dikejar ke bus. Group kita bener2 pelit kali ya ... Sampai si Maggy dan toko itu bilang bahwa kita sebetulnya mampu membeli tapi tidak mau membeli. Kita memang mampu membeli, tapi kebanyakan dari kita sudah pada punya di rumah dan tidak dipakai. Buat apa membeli lagi. :(
Tembok Kota Nanjing
Kita melewati Tembok Kota Nanjing. Kota-kota di zaman dulu dikelilingi oleh tembok pertahanan, begitu pula kota Nanjing ini. Yg sering nonton film silat pasti tahu deh ....
The City Wall of Nanjing was designed by Emperor Zhu Yuanzhang (r. 1368-1398) after he founded the Ming Dynasty(1368-1644) and established Nanjing as the capital 600 years ago. To consolidate his sovereignty and keep out invaders, he adopted the suggestions of advisor Zhu Sheng to build a higher city wall, to collect grains and to postpone the coronation. Then, he started to build the city wall. It took 21 years for the project, which involved 200,000 laborers to move 7 million cubic meters of earth. The City Wall of Nanjing was among the largest city walls ever constructed in China, and today it remains in good condition and has been well preserved. (source : wikipedia)
Oya, banyak orang terkenal yg berasal dari Nanjing. Salah satunya adalah Laksamana Cheng Ho yg pernah datang ke Indonesia.
Yangtze River Bridge
The Nanjing Yangtze River Bridge is the first bridge to be built across the Yangtze River in Nanjing, China.
It was completed in 1968 and is the first double-decker, double-track
highway and railway bridge designed and constructed by the Chinese
without outside engineering assistance.
After the withdrawal of Soviet experts following the Sino-Soviet Split,
China was thought to be unable to build a bridge on such a scale by
themselves, without outside support. The project was undertaken to prove
that Chinese engineers were able to overcome this perceived lack of
ability.
It includes a bus stop and a museum. On the western side of the bridge, a new city is currently being developed. It is 6,772 meters (22,212 ft) long and has a span of 160 m (525
ft)—it can take up to 15 minutes to cross during regular traffic
periods. (source : wikipedia)Yangtze River ini panjang sekali dan sulit membangun jembatan untuk memudahkan transportasi. Bangsa-bangsa yg ahli membangun jembatan pernah menawarkan jasanya untuk membangun, tapi gagal. Akhirnya pemerintah China memutuskan untuk membangun sendiri dengan teknologi sendiri tanpa bantuan pihak asing. Dan berhasil. Jembatan ini sudah tua usianya. Untuk naik ke puncak jembatan, ada lift. Tapi lift ini sudah tua dan belum direnovasi. Jalannya pelan dan kapasitasnya sedikit. Mungkin ini termasuk lift pertama yg masuk di China. Karena gedung tua, baunya juga rada apek dan lembab. Oya ada patung gede Mao Tze Dong.
Inilah Jembatan Sungai Yangtze. Kebetulan kita sampai di sana menjelang senja, pemandangannya jadi bagus nih.
Memandang kota Nanjing dari atas jembatan
Senja di Nanjing
Jembatan penghubung yg panjang dan ramai dilalui kendaraan
Sungai Yangtze dan kapal
Di dalam gedung ini ada sekolah melukis gelas, atau Inner Glass Painting. Gurunya pria tapi muridnya semua wanita. Gelasnya ada yg berupa bola, ada yg botol, ada yg elips, dll dan semua dilukis dari dalam dengan kuas yg kecil sekali dan cat khusus. Motifnya juga banyak, mulai dari pemandangan, bunga, binatang, tulisan dll. Souvenir ini dijual. Tentu saja harganya mahal. Kan tinggi tuh nilai seninya. Tapi lagi-lagi kita tidak beli. Maggy kecewa, udah capek-capek menerangkan sampai kita dikumpulkan di suatu ruangan, tapi tak ada yg beminat membeli. Soalnya dulu kita udah pernah beli yg kayak begini. Kebanyakan pajangan di rumah, mau pajang dimana lagi coba ...
Dinner
Sudah mulai bosan memotret masakan yg mirip-mirip. Yg saya foto cuma yg lain daripada yg lain, yg belum penah saya lihat dan belum pernah saya makan.
Ini roti mantau goreng. Satu sisinya dibuat cekungan untuk diisi dengan daging cincang, cabe, daun bawang dll. Enak nih.
Setelah makan malam ini Maggy menghilang, kagak pakai pamit, dia pulang begitu saja.
Hotel
Kita menginap di New Town Hotel. Hotelnya sih bagus dan baru, letaknya agak ke pinggir kota, daerah pengembangan baru. Tapi justru karena baru, jadinya banyak yg belum beres. Beberapa kamar saluran toiletnya bermasalah, jadinya kamar tsb bau toilet, hm.... gak bisa napas deh. Akhirnya kita pindah ke lantai lain yg saluran toiletnya aman-aman.
Kamarnya bagus, luas, dan modern. Yg bikin kita happy adalah televisinya yg bisa buat internetan.
Ngomong-ngomong soal fasilitas internet, di China ini wifi-nya lumayan kencang. Bahkan di atas gunung Huangshan bisa ber-wifi ria di lobby hotel, soalnya di situ ada Beihai Telecom. Lalu waktu kita ke supermarket ke kota Huangshan, bus parkir di pinggir jalan di depan hotel kecil. Tiba-tiba BBM kita pada tang-tung-tang-tung, lho ... kok di bus bisa BBM-an. Ternyata wifi hotel itu bisa dinikmati oleh bis kita yg parkir di depannya. Hebat kan ...
Malam ini kita masih sempat jalan-jalan di sekitar hotel, beli snack dan buah-buahan. Kita beli buah peach yg gede, merah, wangi, manis, dan banyak air. Juicy dan fresh sekali. Harganya gak mahal lagi. Sekilo (3 buah) sekitar RMB 30-40.
to be continued
rgds,
Lucy
No comments:
Post a Comment