Welcome to v1olet Blog


All photos, unless I mention and credit the source, are my personal photo stocks. If you like my photos and would like to use them, please ask by writing your comment.

Tuesday, September 24, 2013

Travel : Ujung Genteng Trip - Penyu Bertelur di Pantai Pangumbahan

Ujung Genteng Trip - Penyu Bertelur di Pantai Pangumbahan
7 September 2013


Apa beda penyu dan kura-kura ?  Penyu hidup di laut dan bentuk kaki dan tangannya rata seperti dayung dan tidak berkuku. Kura-kura hidup di darat dan kaki dan tangannya berkuku.

Di Pantai Pangumbahan ada 4 Pos lokasi penyu bertelur. Masing-masing ada petugasnya dan mereka bekerja dalam gelap. Mereka menggunakan radio HT untuk komunikasi.  Suasana di tiap pos diusahakan sepi dan gelap supaya penyu mau datang bertelur.  Juga dijaga supaya tidak ada babi hutan, sebab kalau ada babi hutan, penyu tak jadi bertelur.  Tapi predator utama yg suka mengambil telur penyu adalah manusia.  Penyu bisa bertelur dalam hujan, asal tidak banyak petir.

Penyu yg datang bertelur di Pantai Pangumbahan adalah Penyu Hijau, Penyu Sisik, dan Penyu Lekang.  Mayoritas adalah Penyu Hijau.  Penyu mulai bertelur pada usia 28 tahun.  Dia akan bertelur sebanyak 7 kali, setelah itu dia akan menghilang selama 4 tahun.  Setelah itu akan bertelur lagi sebanyak 7 kali, dst.  Usia penyu bisa ratusan tahun.

Telur penyu bentuknya seperti bola pingpong. Kulit telurnya elastis bisa penyok-penyok tapi tidak pecah.  Banyak orang makan telur penyu untuk menambah tenaga dan vitalitas.  Kalau direbus, telur tidak mengeras, tetap elastis penyok-penyok. Putih telurnya tidak bisa keras, tapi tetap cair seperti ingus.  Kuning telurnya besar dan creamy.  Rasanya amis, lebih amis dari telur ayam atau telur bebek atau lainnya.

Pada waktu kita tiba di sana, kita belum boleh melihat penyu bertelur.  Kita disuruh menunggu sambil melihat telur penyu menetas.  Ada 2 cara menetaskan telur penyu, yaitu cara alami dan semi alami.  Cara alami adalah tanpa memindahkan telur-telur dari sarang yg dibuat induknya.  Setelah menimbun telurnya, sang induk akan meninggalkan sarangnya dan kembali ke laut.  Petugas akan datang memasang pagar bambu di sekitar sarang dan memberi identitas sarang tsb.  Tujuannya untuk melindungi telur agar tidak dimakan binatang lain misalnya babi hutan.  Selain itu supaya tukik yg menetas tidak keluar dari pagar, tapi berkumpul di dalam pagar.



Cara semi alami adalah dengan memindahkan telur-telur penyu dari sarang yg dibuat induknya ke sarang baru di lokasi konservasi.  Lubang itu di pasir sedalam 60 cm dan dibuat berjejer berdasar waktu bertelur. Tidak dicampur dengan telur dari induk lain.  Lubang tsb juga dipasang pagar kawat dan diberi identitas berupa tanggal bertelur dan jumlah telur.  Telur yg dimasukkan ke situ tidak boleh ditaruh sembarangan atau dibolak-balik, tapi diambil sesuai posisinya di lubang asalnya.  Petugasnya sudah terlatih, sekali ambil 5 butir telur, dijepit di tangannya.  Seekor induk penyu bisa bertelur sampai seratus butir lebih.  Saat ini lebih banyak cara semi alami yg dipakai karena lebih tinggi tingkat keberhasilannya, lagi pula bisa mengatur jenis kelamin tukik.


Petugas mulai berjaga di lubang semi alami sejak senja sampai jam 6 pagi esok hari.  Telur penyu menetas sekitar 2 bulan. Telur-telur itu menetas di dalam lubang dan awalnya terlihat ada kepala penyu sekitar 2 atau 3 bergerak-gerak lambat. Warnanya hitam nongol di pasir putih. Tapi kalau kita tidak perhatikan sebentar saja, tahu-tahu sudah banyak tukik berkerayapan di kandang kawat.  Rupanya yg tadi nongol adalah yg paling atas, dan mereka didorong-dorong oleh saudara-saudaranya dari bawah sampai akhirnya mereka semua keluar dari lubang pasir.  Petugas datang mengambil tukik-tukik yg baru menetas itu, dihitung dan dicatat di cagak bambu identitas lubang.



Bagaimana kita bisa tahu jenis kelamin tukik ?  Kata petugas, dari suhunya. Saya dan sepupu saya langsung terbayang pak petugas mengukur suhu di ketiak tukik.  Tapi ternyata bukan suhu badan tukik, tapi suhu pasir di lubang/sarangnya.  Jika suhu pasir 35 derajat Celcius ke atas, kemungkinan besar tukik yg menetas adalah betina.  Jika suhu pasirnya 30 derajat Celcius ke bawah, kemungkinan jantan.  Makanya lubang untuk tukik jantan terletak di pasir yg adem, di bawah pohon.  Tentu saja jumlah lubang untuk yg betina lebih banyak daripada yg jantan.  Dengan demikian konvervasi bisa mengatur jenis kelamin tukik.

Tukik yg lahir malam ini akan dilepas di pantai besok sore.


Bolehkah memegang anak tukik yg baru lahir ?  Boleh kok, asal kita pegang ketiaknya. Waktu saya pegang keteknya, tangannya meronta-ronta dan terasa tenaganya sangat kuat.  Perkasa juga nih .. tadi sudah latihan boxing dorong-dorongan sampai berhasil keluar dari liang pasir.


Malam itu ada 4 ekor penyu yg datang ke Pantai Pangumbahan untuk bertelur.  Tapi mereka datangnya tidak berbarengan.  Saat penyu pertama dan kedua sedang membuat sarangnya, penyu ketiga dan keempat datang.  Kalau kita nonton penyu pertama dan kedua bertelur, maka penyu ketiga dan keempat tidak jadi bertelur dan akan kembali ke laut.  Jadi kita akan nonton penyu ketiga dan keempat setelah mereka bertelur sekitar 30 butir.  Mengapa setelah kira-kira 30 butir ? Kalau mereka baru buat sarang tapi kita sudah nontonin, mereka tidak jadi bertelur.  Tapi kalau sudah terlanjur bertelur, dia pikir "Ah ... udah terlanjur ... lanjutkan saja." 

Jam berapa kita menonton penyu bertelur ?  Lewat dari jam 24:00 alias jam 12 malam lebih.  Kita hampir pengen pulang saja sebab capek, ngantuk, dan dingin.  Takut besok gak bisa bangun.  Ternyata lama banget penyu bikin sarang.  Akhirnya kita jalan beriringan menuju pantai tanpa boleh menyalakan senter, apalagi menyorot senter ke laut.  Penyu itu ternyata besar sekali, panjangnya lebih dari 1 meter, kira-kira 1,1 meter - 1.25 meter.  Kita tidak boleh nonton dari depan atau dari samping, tapi harus dari belakang.  Pantai gelap gulita.  Ada petugas yg mengatur kita dan hanya senter dari petugas yg boleh menyorot.  Terlihat penyu mengeluarkan telur-telurnya. Kita diberi kesempatan memotret bergantian, setelah itu kita disuruh kembali ke konservasi.  Menunggu berjam-jam, menontonnya kurang dari 5 menit.  Memang harus sabar.



Saat kembali ke konservasi, ada petugas yg membawa seember telur penyu dari induk pertama dan kedua yg sudah lebih dulu bertelur.


Kita naik ojek lagi menembus dinginnya malam kembali ke penginapan.  Saya lapar, jadi saya gedor kamar mama saya untuk minta roti.  Saya makan roti dulu, minum tolak angin, baru cuci muka dan gosok gigi, lalu tidur.  Capek banget.

Sebetulnya tukang ojek menawarkan untuk melihat sunrise di Pantai Timur dekat Pelelangan Ikan besok pagi.  Sunset diperkirakan sekitar jam 5 pagi.  Jadi tukang ojek akan jemput sebelum itu.  Tapi saya ragu bisa bangun jam segitu, karena hari ini terlalu capek.  Jadi saya tolak ide itu, yg belakangan saya sesali.  Sudah gak dapat foto sunset, gak dapat foto sunrise pula.  Satu alasan mengapa saya harus kembali lagi ke sini suatu hari .... ha ha ha ....

Next Posting :
Pantai Ujung Genteng dan Pondok Hexa

rgds,
Lucy


2 comments:

Anonymous said...

Kalau sampe nathan ada school project soal ini g ud gak perlu repot2 deh googling2, hehehe

v1olet said...

Ha ha ha ... ada-ada aja elo Bry ...