Kita sampai di Paltidung sekitar jam 11 malam. Tempat parkir penuh sebab hari ini banyak pengunjung yg mau trekking. Ramai deh ... gak apa-apa, the more the merrier :) Hari ini langit cerah, bertaburan bintang. Bagi kita yg anak kota, sangat langka bisa melihat bintang begini banyak, penuh langitnya sama bintang. Saya coba foto, tapi gak dapet ... gak support lensanya. Musti belajar dulu settingnya. Kita langsung menuju salah satu warung, sebab begadang begini bikin perut lapar. Kalo tidak diisi nanti bisa enter wind alias masuk angin.
Menu di warung tidak banyak yg bisa dipilih, kebanyakan order mie rebus atau mie goreng instant dan gorengan berupa bakwan bala-bala. Minuman yg paling pas untuk tempat yg dingin kayak gini adalah susu jahe dan teh jahe. Manteppp !
Sebelum mendaki, kita foto bersama dulu. Group of 9. Sayap kiri : saya, TG, Dewi, Ani. Sayap kanan : Melisa, Tia, Anny, Lisa dan Holan.
Toilet hanya ada 3, antrian panjang. Pas saya lagi nungguin teman2 yg lagi ke toilet, ada cowo gondrong yg main gitar sambil menyanyi lagu "bagaikan air di daun talas", boleh juga suara mas ini.
Sekitar jam 00:30 kita siap-siap trekking. Pakai jaket, topi, sarung tangan, syal, masker, dll. Bawa senter, air minum (buat minum dan membasahi masker), makanan manis (sy bawa fitbar), dll. Ternyata kita dikasih Local Guide, yg adalah mas gondrong yg tadi nyanyi air di daun talas, namanya Rudy. Kita dibriefing sebentar, katanya jarak tempuh 3 km yg terdiri dari 2 Km mendaki melampaui beberapa pos, setelah itu 200 m mendaki dan kemudian mendatar 800 m. Kalau kecapean, boleh minta istirahat. Mendaki dengan langkah kecil-kecil sambil mengatur nafas. Saat berhenti di tanjakan untuk istirahat, berdirinya berbalik menghadap ke bawah (jadi bukan berdiri menanjak, nanti melorot). Di pintu masuk, Angga beli tiket trekking. Yg jualan di dalam tenda, yg beli antri di luar tenda. Mulailah pendakian kita.
Group kita jadi total 11 orang. Mendaki pelan-pelan, dengan group2 lain, saling susul menyusul tergantung kekuatan mendaki dan stamina tubuh. Nah ... setelah melalui pos pertama, kedua, mulai ngos-ngos-an deh, jalan melambat dan sering2 minta istirahat. Bukan cuma group kita loh ... group lain juga pada begitu. Jangankan yg tua, yg muda-muda aja banyak yg gak kuat. Sepanjang pendakian kita melihat banyak orang yg memutuskan untuk balik turun. Tapi kalo dipikir2, kalo enggak bener2 tepar, mending jalan pelan2, soalnya udah tanggung. Selain turis lokal, banyak turis asing juga, seperti dari China, Taiwan, Korea, Jepang, bule-bule apalagi, banyak sekali. Kalo bule-bule pada kuat loh, sambil bawa ransel lagi. Saya aja yg bawa tas kamera aja rasanya udah mau saya tinggal aja nih ... Tips nih, kalo trekking kayak gini, ga usah bawa tas deh mendingan. Pakai tas pinggang kecil aja terus air minum dibawa aja. Sedapat mungkin engga banyak bawaan. Ngeberat2in aja.
Anny mulai tertinggal, ditemani oleh Angga. Selebihnya tetap mendaki walaupun slow motion dan bentar-bentar minta istirohat. Karena mendaki rame-rame jadi seru aja, banyak yg mendaki sambil bercanda, gandengan, ngobrol ... please deh, masih ada energi utk ngobrol ck...ck...ck.... hebat! Adalagi yg sambil mendengar musik dan menyanyi ... "Music is in my blood" weizzzz ..... berattttt mas bro!
2 km itu rasanya jauuuuuuuhhhhhhhhh banget. Mana gelap, jalan pakai senter, jalanan sempit, mendaki, pandangan kita enggak tengok kanan dan kiri, cuma melihat tanah yg kita injak. Dewi masuk angin ... Para cowo -- Rudy guide, TG dan Holan kan masih muda, cowo pula, stamina prima, jalannya cepat dan napas panjang. Nah yg udah above 30 apalagi saya 40, napas tinggal satu-satu. Kalau yg depan minta istirahat, yg belakang kan masih mendaki tuh, nah begitu yg belakang sampai di tempat kita duduk2, eh .. yg cowo2 itu udah ngajakin lanjut. Dewi protes keras tuh ... belon istirahat, eh ... udh mau naik2 ke puncak gunung lagi ha ha ha ...
Akhirnya kita sampai di Pos 2 Km. Ada warung dan bangku2 kayu tempat kita duduk istirahat beberapa menit. Bisa minum dan makan permen. Dewi masuk anginnya udh poll banget, pijit2 dulu. Istirahat 10 menit, kemudian lanjut lagi. Katanya 200 meter kita mendaki setelah itu 800 meter jalan datar. Mari kita buktikan itu benar atau PHP lageeeee ....
Ternyata 200 meter mendaki, curam banget ... setelah itu jalan datar sedikit, jalan sempit yg ternyata pinggirnya jurang. Setelah itu mendaki lagi ... jadi 800 meter datar itu PHP ... yg benar tuh jalan datar cuma 200 meter, yg 800 meter mendaki ... halahhhhhhh ....
Akhirnya saudara-saudara, kita sampai di pinggir kawah yg dikasih pagar kayu. Malam sangat gelap walaupun bertaburan bintang, jam 02:30 dini hari. Jadi kita mendaki 2 jam untuk mencapai puncak Gunung Ijen dengan ketinggian 2,799 m (9,183 ft). Gunung Ijen ini gunung berapi jenis
Stratovolcano , pernah meletus bulan Juni 1999. Terletak di perbatasan antara Banyuwangi dan Bondowoso.
Kata Rudy, kita sudah sampai dan bisa lihat Blue Fire atau Blue Flame yg legendaris itu. Saya berusaha mencari-cari mana Blue Fire .... ternyata hanya berupa 2 titik warna biru. Kecil banget dah .... Setelah melihat 2 titik itu, saya mencoba foto-foto. Karena jarak dari bibir kawah ke objek blue fire di bawah sana terlalu jauh jadi gak jelas juga, mana gelap banget, gak bawa tripod (bawa kamera aja udh setengah mati, mau tambah tripod bisa tepar saya ... kecuali bawa porter pribadi he he he).
Kalau mau lihat lebih jelas, harus turun ke bawah, dan kata Rudy, tidak disarankan untuk kita. Jadi Ani, Dewi, Tia, Lisa, langsung mundur, duduk di batu-batu sambil berpelukan. Saya masih foto-foto. Sedangkan Melisa, TG dan Holan memaksa Rudy untuk turun ke Blue Fire. Jadilah mereka ber4 meninggalkan teletubbies yg kedinginan. Setelah putus asa foto-foto tp hasil mengecewakan, akhirnya saya bergabung bersama teletubbies yg lagi berpelukan. Sungguh dingin, lapar dan ngantuk. Kalo saya ketiduran, dijamin saya bisa beku kayak es dah. Sekarang jam 3 pagi. Kita bakalan di sini sampai sunrise / matahari terbit sekitar jam 5 pagi. Saya minum dan makan Fitbar coklat. Mendingan dapet tenaga. Cuma ini ya ... batu yg kita dudukin ini tajam dan dingin minta ampun. Makin lama, makin beku pantat kita, mana angin berdesir-desir. Untung gak kepingin pipis .... bahaya, gak ada toilet di sini.
Pengunjung makin banyak, pada sempit2an di batu-batu di sebelah kita, di depan kita lalu lalang orang yg mau turun ke bawah. Ada pintu yg ada penjaganya, jadi cuma yg kuat aja yg boleh turun sebab curam dan jalan sempit. Sebentar-sebentar lewat penambang belerang dengan bawaannya belerang kuning. Ternyata bluefire itu fenomena alam yg terjadi krn reaksi kimia waktu belerang diambil, mulanya belerang itu warna merah, kemudian dalam proses pendinginan menjadi pink, dan kalau sudah dingin warnanya jadi kuning. Belerang kuning inilah yg dipikul dibawa turun oleh para penambang. Bluefire hanya bisa terlihat sekitar jam 3-4 pagi, saat gelap, kalau matahari sudah terbit, sudah tidak terlihat lagi. Ah ... Rudy gondrong kenapa tidak bawa kamera saya untuk motret di bawah ....
Saat mulai tidak tahan, rasanya pengen turun pulang ... saya mulai bertanya-tanya, kapan Rudy dkk muncul. Ding dong deng dong .... perhatian-perhatian, panggilan untuk Saudara Rudy, ditunggu teman-temannya di atas ... kok gak balik-balik sih Rudy .... eh pas lagi ngomong gitu ... Si Anny yg tertinggal di bawah bersama Angga tiba-tiba muncul .... sendirian. Untung dia dengar suara saya yg lagi panggil2 Rudy, kalo enggak dia jalan terus turun ke kawah cari-cari kita. Ternyata Anny mendaki sendiri, sedangkan si Angga tidur di emperan got krn ngantuk. Buset deh .... Dan waktu saya manggil2 Rudy dg desperado, ada local guide yg nyautin loh ... katanya Rudy gondrong masih di bawah. Ternyata Rudy tidur di bawah, sementara Melisa. TG dan Holan foto-foto bluefire. Walaupun mereka turun, katanya bluefirenya masih terlihat kecil, masih lebih gede api kompor gas ha ha ha ...
Anny bergabung dengan kita, eh ... Si Ani sudah tidak tahan kedinginan dan memutuskan untuk turun pulang sendiri. Saya rasa kalo duduk-duduk di batu jadi berasa dingin banget, jadi saya memutuskan untuk berdiri, mencoba foto-foto lagi, dan ngeliatin orang yg foto-foto slow speed. Kayaknya kalau begini tidak terlalu dingin. Akhirnya matahari terbit, walaupun tidak terlihat mataharinya krn tertutup awan dan kabut. Caldera yg berupa Danau berwarna turquois juga tertutup kabut. Nah ini foto-fotonya. Enjoy ...
Kelihatan gak para trekker yg lagi berjalan di perut gunung ? Tampak kecil mungil kan ... Jalanan tempat saya motret nih tanjakan loh ... kelihatannya landai, tapi kalo dijalanin ngos-ngosan juga.
Setelah foto-foto di atas, Anny, Dewi dan saya memutuskan untuk turun. Sembari turun saya sembari foto-foto, kalau saya ketinggalan, ntar saya bisa nyusul krn Anny dan Dewi turunnya juga pelan-pelan. Pemandangan saat turun luar biasa indah ... ternyata tadi malam kita lewatin jalan ini sebab cuma ada 1 jalan ini untuk naik maupun turun. Jadi bukan memutar gunung loh ya. Tetangganya Gunung Ijen adalah Gunung Meranti dan Gunung Raung.
Gunung yg sendirian ini Gunung Meranti.
Gunung yg ada 3 ini adalah Gunung Raung, Temennya Gunung Raung dan Saudaranya Gunung Raung. Begitu kata Rudy Gondrong.
Pakai lensa 105mm supaya bisa lihat kabut di kaki Gunung Meranti dan bukit hijau seperti karpet ...
Saat saya asik foto-foto, saya ketinggalan Anny dan Dewi, tapi ketemu Angga, selanjutnya ketemu Tia dan Lisa, belakangan saya disusul oleh Rudy, TG, Holan dan Melisa. Saya foto-foto batang pohon-pohon yg hangus terbakar gara-gara pengunjung yg buang puntung rokok sehingga menimbulkan kebakaran 1 minggu baru padam dan pohon bunga eidelweiss pada mati.
Sepanjang jalan juga banyak sampah-sampah. Paling banyak adalah sampah botol dan gelas Aqua. Produsen Aqua mestinya bikin acara CSR untuk bebersih sampah botol Aqua di sini nih .... jangan ke Pulau Tidurng ajah. Ternyata Rudy bawa kantong kresek hitam untuk pungutin sampah dan bawa turun utk dibuang di tong sampah. Hebat juga si Rudy gondrong ini.
Sampai di Pos istirahat, pada makan pop mie, minum-minum. Saya minum Pocari supaya tambah tenaga. Setelah itu lanjut lagi dan ketemu Anny dan Dewi. Anny udah celemotan tanah. Ternyata dia jatuh ngusruk saat di turunan tergelincir. Untung dia lagi enggak gandengan sama Dewi, kalo enggak bisa ngusruk bareng. Foto bersama. Setelah foto ini, Rudy membantu membawakan tas kamera saya ... wah ... dari tadi kek waktu berangkatnya .... enaknya melangkah tanpa beban tas kamera.
Akhirnya kita sampai di tempat parkir. Ke toilet pastinya krn selama berapa jam menahan rasa. Setelah itu ke warung untuk sarapan. Kalau tadi malam mie rebus dengan telur, sarapan adalah mie goreng dengan telur. Minumnya masih susu jahe. Sudah kenyang, kita melanjutkan perjalanan tanpa mandi he he he ... Tujuan selanjutnya adalah Air Terjun Madakaripura di Probolinggo.
to be continued
more photos, klik
v1olet flickr album kawah ijen
rgds,
Lucy