Kompleks Candi Arjuna Dieng
24 Desember 2013
Kita bangun jam 3 dini hari karena mau lihat sunrise. Bergantian cuci muka dan sikat gigi. Karena cuaca dingin dan gerimis, saya agak pesimis bisa lihat sunrise. Walaupun bagi penduduk Dieng bulan Desember ini adalah musim hangatnya mereka, tapi bagi kita tetap dingin. Jadi kita pakai kaos + fleece Uniqlo (bukan promosi, tapi memang hangat banget ini turtle neck) + jacket winter yg waterproof + celana panjang + kaos kaki + sepatu olahraga. Siap mendaki gunung dah pokoke ...
Anny menyeduhkan 4 cangkir kopi mocca dan kita sarapan roti dulu, takut masuk angin dan takut kelaparan. Setelah itu kita ke lobby dan di halaman hotel sudah stand by 2 micro bus. Bus yg satu bagus, tapi yg satu lagi rada bobrok. Kita disuruh masuk ke yg bobrok. Isinya cuma sedikit yg bobrok ini, cuma 6 peserta tour + Dian + supir dan local guide yg namanya Arvin. Bis mulai jalan meninggalkan hotel .... tarikkkkk masssss .... Ternyata hotel kita ini jauh banget sama Dieng, kira-kira 2.5 jam baru akan sampai. Tapi untungnya sepanjang jalan Arvin bercerita seputar Dieng, sehingga seru aja. Dataran Tinggi Dieng ini atau Dieng Plateau terletak di antara Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara. Kalau mau hemat waktu semestinya kita menginap di Dieng saja sehingga tidak sampai buang waktu 5-6 jam pp. Karena nanti saat pulang menuju Baturaden, kita lewatin jalan ini lagi, hadddeuuuhhh .... cape deh.
Tujuan pertama adalah melihat sunrise atau matahari terbit di Gardu Pantau.
Sebetulnya ada 4 lokasi untuk melihat matahari terbit di Dieng. Keindahan view yg didapat sesuai dengan usaha kita. Nah boleh pilih deh ... sesuai dengan kemampuan.
1. Gardu Pantau : letaknya di pinggir jalan, cuma berupa gardu/pendopo langsung kelihatan sunrise-nya. Tingkat kesulitan : 0 alias tidak sulit sama sekali, wong bisnya parkir di pinggir jalan dan kita tinggal nyebrang doang dan sempit-sempitan di gardu yg kecil itu. Ini cocok buat anak kecil dan orang tua yg tak kuat jalan. View-nya .... ya ... gak bagus-bagus amat sih, pokoke bisa lihat matahari terbit.
2. Bukit Sikunir : untuk mencapainya butuh waktu 20-30 menit tergantung kecepatan dan ketangkasan kita berjalan. Rutenya tidak terlalu sulit, sudah ada jalanan dan tangga yg aman untuk dilalui kata Arvin. Tidak bahaya sama sekali. Pemandangan selama berjalan bagus banget, ada bukit, ada Danau Cebongan, jadi setimpal dengan usaha kita.
3. Pakuwojo : untuk mencapainya butuh waktu 40 menit - 60 menit tergantung dengan kecepatan kita berjalan. Ini lebih bagus lagi .... bisa ke bukit yg seperti teletubbies dan lain-lain.
4. Gunung Prahu : ini trekking beneran 2-3 jam. View yg didapat lebih wow lagi ... ada air terjun segala kata Arvin.
Dari ceritanya Arvin, Dieng ini hidup dari pertanian, selain pariwisata. Hasil pertanian yg khas adalah :
1. Kentang : hasil bumi yg utama di Dieng. Kentangnya ada yg kentang kuning biasa, dan ada juga kentang merah (kulitnya warna merah, tapi isinya tetap kuning).
2. Pepaya Carica : besarnya hanya sekepal tangan anak-anak he he he ... Pepaya Hawaii nih. Warna dagingnya kuning dan alot, bijinya berselaput seperti biji markisa. Rasanya tidak begitu manis, lebih sering dibikin manisan dengan menambahkan gula.
3. Jalapeno alias cabe Bendot : cabenya gendut-gendut warna hijau dan merah. Enaknya dibuat acar. Pedas juga sih rasanya, masakan Mexico dan Italy banyak pakai cabe ini.
4. Purwaceng : sejenis akar-akaran untuk obat kuat, khususnya bagi pria. Ya ... seperti ginsengnya orang Dieng lah ini ....
Foto-fotonya di next posting ya ... soalnya kita belanja kayak di pasar gitu ....
Orang Dieng ini asalnya beragama Hindu sehingga candi-candinya adalah Candi Hindu. Tapi sekarang ini penduduk Dieng 99% beragama Islam Kejawen artinya Islam tapi masih menjalani tradisi Jawa / Kejawen. Yang cuma ada di Dieng adalah anak-anak yg rambutnya gembel / gimbal / kimbal. Rambut gembel itu tumbuh pada anak-anak tertentu dan didahului dengan panas tinggi. Tipe/jenis rambut gembel ada 3 macam, saya lupa apa saja. Walaupun digunting, rambut gembel itu tetap tumbuh. Maka pada usia tertentu diadakan ruwatan atau selamatan untuk memotong rambut gembel itu dan keinginan anak itu harus dipenuhi. Permintaan si gembel itu macam-macam, ada yg minta sepeda, atau barang-barang lain, tapi seringkali cuma permintaan biasa yg mudah dipenuhi seperti tempe dan ayam bakar, atau minta dipotong rambut gembelnya oleh Bp Bupati.
Nah ... pas lagi seru-serunya cerita rambut gembel, eh ... bis kita berhenti di pinggir jalan. Kira-kira sudah 1 jam lebih nih ... Ada apakah gerangan ? Ternyata ada peserta tour yg ketinggalan di hotel. Awalnya kita kira 2 orang saja, eh ... ternyata 4 orang. Kok bisa ketinggalan? Sebabnya kurang komunikasi. Mustinya kalo mau balik ke kamar lagi, bilang-bilang sama tour leader dong. Tour leader juga salah, tidak menghitung jumlah peserta dulu sebelum berangkat. Bis yg ini kira 4 orang itu di bis yg sana, yg sana kira mereka di sini. Akhirnya semua peserta di bis yg bagus, dipindahkan ke bis kita yg bobrok ini. Bayangkan 20 orang lebih, sempit2an di sini. Bis yg bagus balik lagi ke hotel untuk menjemput yg 4 orang .... hebat kan ????? Akibatnya kita tidak berhenti di Gardu Pantau. No sunrise everybody .... it's too late ... matahari sudah terbit saat heboh-heboh di pingir jalan tadi. Tragedi ini betul-betul menurunkan mood kita. Semua orang bete dan marah-marah. Dari pinggir jalan itu masih jalan lagi sekitar 1-2 jam.
Sampai di Kompleks Candi Arjuna tour leader masih sibuk telpon-telponan dan kita tidak langsung masuk ke Candi karena mau nunggu yg 4 orang itu. Ke toilet dulu dan di toilet di gantung-gantungin cabe bendot / jalapeno -- dagangan penjaga toilet. Pada beli lah ini ibu-ibu, termasuk si Ani. Di toilet inilah sepertinya blower / pembersih kamera saya jatuh tanpa saya sadari dan raiblah dia ....
Sempat foto-foto di lapangan parkir, hingga akhirnya diputuskan kita masuk tanpa yg 4 orang itu. Dan mulailah Arvin menjelaskan mengenai Candi Arjuna.
Kompleks Percandian Arjuna adalah candi Hindu yg terdiri dari beberapa candi-candi kecil. Yg utama memang Candi Arjuna, tapi ada candi lainnya seperti Candi Srikandi, Candi Sembadra, Candi Puntadewa. Dulunya candi ini agak kurang terurus, tapi belakangan candi ini lagi berbenah, sudah lumayan rapih dan bersih kok.
Group photo ... Kalo Belitung punya Laskar Pelangi, Dieng punya Laskar Purwaceng ... Jossssss .... (haisssshhhh ....)
Saat itu gerimis dan pengunjung sepi, hanya group kita dan satu orang Bapak yg lagi semangat belajar motret dengan tripod dan lensa terpasang (sempat ngobrol2 dan tukar informasi seputar metering camera he he he).
Hanya sebentar di Candi ini, sepertinya group kita kurang tertarik dengan wisata candi-candi, selesai foto group langsung pada balik ke parkiran mobil. Cuma tersisa beberapa orang selain kita yg masih lihat-lihat candi. Sebetulnya untuk foto-foto sih enak banget karena masih sepi, masih pagi banget, baru jam 6 lewat, belum jam 7 pagi. Setelah kita pulang, baru deh banyak wisatawan yg datang.
Ada embun / air hujan yg nyangkut di sarang laba-laba di pohon cemara ... cantik euy ...
Di lapangan parkir ada orang jualan makanan. Kita masih harus menunggu bis yg menjemput 4 orang yg ketinggalan itu. Lama juga kita menunggu, sekitar 30 menit.
Kita makan mie cup, kebetulan Anny dan Dewi bawa buat kita berempat. Jadi kita beli air mendidih saja dan kita makan deh. Juga kita jajan kentang goreng dan cicipin carica.
Ini kemasan Purwaceng Susu, eitzzzz .... ini bukan iklan, cuma mau tunjukin kemasannya
Kentang goreng dimakan dengan saos sambal, saos tomat, atau bisa juga dengan aneka bumbu beef barbeque / chicken bbq, cheese, atau cabe bubuk.
Carica dan manisan carica
Kacang rebus ... enak juga dingin-dingin makan kacang rebus hangat ...
Warung ini juga jualan bunga Edelweiss yg sudah dikeringkan. Ada yg diwarnai juga lho ...
Setelah bis yg satunya datang, kita lanjut ke Kawah Sikidang.
More photos on
my Flickr
Next Posting : Kawah Sikidang
rgds,
Lucy